Oleh: Dr. Rose Mini
RUNTUHNYA KEDISIPLINAN DALAM KELUARGA
Setiap hari terdengar kegaduhan dari dalam rumah Ibu Ani. Kegaduhan itu bersumber dari kemarahan Ibu Ani kepada Doni, anaknya. Penyebabnya, Doni tidak mau mandi. Ini berlangsung setiap hari pada pagi dan sore hari. Pada akhirnya, Ibu Ani akan selalu menggendong Doni ke dalam kamar mandi, dan Doni akan terus menangis sampai ia selesai mandi.
Keadaan seperti di rumah Ibu Ani pasti sering dialami oleh semua keluarga. Ada saja perilaku anak yang membuat ibu-bapak kesal, misal, anak tidak mau cuci tangan sebelum makan atau anak tidak mau tidur dan sebagainya. Semua permasalahan itu bersumber pada satu hal yakni disiplin.
Kata disiplin memang sangat mudah untuk diucapkan namun sulit untuk dipraktekkan. Tidak ada ibu-bapak yang menginginkan anaknya tidak disiplin. Kenyataannya, orangtualah yang tidak menyiapkan anaknya untuk menjadi seorang yang disiplin.
Ada kalanya ibu-bapak tidak memiliki keteraturan dalam menerapkan sebuah kesepakatan atau aturan. Contoh, saat ini Doni tidak mau mandi, namun ibu-bapak tidak memberikan sanksi (hukuman) apa-apa. Pada waktu yang lain, bila Doni tidak mau mandi maka ibu-bapaknya akan memarahi dan memukul Doni.
Nah, ketidakteraturan ini yang menjadi salah satu penyebab anak tidak disiplin. Walaupun begitu tidak ada ibu-bapak yang secara sengaja menginginkan anaknya tidak disiplin. Ibu-bapak selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Ketidaktahuan ibu-bapak tentang cara mendisiplinkan anak bisa jadi salah satu penyebabnya. Akibatnya, tingkah laku anaknya tidak sesuai dengan yang diharapkan lingkungan.
Dalam buku ini akan dijelaskan mengenai pengertian disiplin, bagaimana cara menanamkan disiplin pada anak dan kiat-kiat khusus untuk orangtua dalam menerapkan disiplin.
PENGERTIAN DISIPLIN
Disiplin adalah proses bimbingan yang bertujuan menanamkan pola perilaku tertentu, kebiasaan-kebiasaan tertentu atau membentuk manusia dengan ciri-ciri tertentu. Terutama, yang meningkatkan kualitas mental dan moral. Jadi inti dari disiplin ialah membiasakan anak untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan aturan yang ada dilingkungannya.
Untuk itu disiplin dapat diartikan secara luas. Disiplin dapat mencakup pengajaran, bimbingan atau dorongan yang dilakukan orangtua kepada anaknya. Menerapkan disiplin kepada anak bertujuan agar anak belajar sebagai mahluk sosial. Sekaligus, agar anak mencapai pertumbuhan serta perkembangan yang optimal.
Tujuan awal dari disiplin ialah membuat anak terlatih dan terkontrol. Untuk mencapai itu, ibu-bapak harus mengajarkan kepada anak bentuk tingkah laku yang pantas dan tidak pantas atau yang masih asing bagi anak. Sampai pada akhirnya, anak mampu mengendalikan dirinya sendiri.
Ketika sudah berdisiplin, anak dapat mengarahkan dirinya sendiri tanpa pengaruh atau pun disuruh oleh orang lain. Dalam pengaturan diri ini berarti anak sudah mampu menguasai tingkah lakunya sendiri dengan berpedoman pada norma-norma yang jelas, standar-standar dan aturan-aturan yang sudah menjadi milik sendiri. Disiplin juga mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri anak.
Untuk itu, orangtua harus secara aktif dan terus menerus melakukan pendisiplinan itu. Atau, secara bertahap mengembangkan pengendalian dan pengarahan diri sendiri itu kepada anak.
Cara yang paling baik mendisiplinkan anak ialah dengan menggunakan pendekatan yang positif. Misal, memberikan teladan, dorongan, berkomunikasi, pujian dan hadiah. Sedangkan cara negatif untuk mendisiplinkan anak antara lain dengan memarahi, memukul atau membuat anak marah sehingga proses belajarnya kurang maksimal.
DASAR-DASAR MENERAPKAN DISIPLIN
Ibu- bapak adalah kunci dari keberhasilan mendisiplinkan anak. Untuk itu, ibu-bapak sebaiknya mengetahui dan memahami dasar-dasar menerapkan kedisiplinan untuk memudahkan mendisiplinkan anak. Berikut ada beberapa dasar-dasar mendisiplinkan anak yang patut dicermati:
1. Tentukan perilaku khusus yang ingin diubah.
Ibu-bapak hendaknya menyampaikan hal-hal yang nyata dan bukannya tidak nyata. Jangan hanya mengatakan kepada anak untuk menjadi ‘rapi’; jelaskan bahwa ibu-bapak ingin agar ia membereskan balok-balok mainannya sebelum ia pergi bermain.
2. Katakan dengan tepat apa yang diinginkan.
Sampaikan apa yang diinginkan dengan tepat kepada anak, agar ibu-bapak dapat menunjukan caranya kepada anak. Contoh, jika menginginkan anak berhenti merengek ketika menginginkan sesuatu. Ibu-bapak hendaknya menunjukkan kepada anak, cara meminta yang baik. Membimbing anak dengan cara memperlihatkan contoh tindakan yang diinginkan akan membantu anak dapat memahami sesuatu dengan tepat.
3. Puji anak jika ia telah melakukan perintah ibu-bapak.
Pujilah apa yang dilakukan oleh anak. Jangan sekadar asal memuji anak. Misal, “Bagus sekali Nak, dapat duduk dengan tenang,” dan bukannya, “Kamu adalah anak yang baik karena dapat duduk dengan tenang.” Pusatkan perhatian atau pujian pada perilaku anak, karena perilaku itulah yang akan dikendalikan.
4. Tetaplah memuji bila perilaku yang baru memerlukan dukungan pujian.
Jika ingin mengajarkan anak bertingkah laku baik, cara yang terbaik adalah memberikan contoh tingkah laku yang diinginkan. Pujian harus tetap diberikan untuk mendorong mengulangi cara yang benar dalam melakukan segala sesuatu.
5. Hindari adu kekuatan dengan anak-anak.
Gunakan taktik atau siasat untuk menghindar dari pertentangan antara ibu-bapak dan anak. Contoh, jika ibu-bapak menginginkan anak tidur lebih awal, coba gunakan teknik mengalahkan waktu. Cara ini mengalihkan wewenang ibu-bapak kepada benda mati. “Coba Nak, bisa tidak tidur sebelum jarum pendeknya tepat di angka 9.”
6. Lakukan pengawasan.
Melakukan pengawasan dapat diartikan anak memerlukan pengawasan yang hampir terus-menerus. Namun, bukan berarti ibu-bapak harus selalu menemani anak setiap waktu sepanjang hari. Ketika anak sedang bermain, maka orangtua dapat memantau waktu bermain, membantu anak mempelajari kebiasaan bermain yang baik dengan waktu yang terbatas.
7.Jangan mengingatkan anak pada perbuatannya terdahulu.
Jangan mengungkit perilaku salah yang sudah berlalu. Jika seorang anak melakukan kesalahan, dan terus-menerus diungkit hanya akan menimbulkan kemarahan. Tindakan ini malah akan meningkatkan perilaku buruk.
Mengungkit kesalahan yang telah lalu hanya menjadikan kesalahan itu sebagai contoh yang tidak boleh dilakukan. Tidak menunjukkan yang harus dilakukan. Mengingatkan anak akan kesalahannya hanya merupakan latihan untuk membuat kesalahan yang baru
5 LANGKAH MENDISIPLINKAN ANAK
Untuk mendisiplinkan anak memang dituntut kesabaran dari orangtua. Selain itu, keyakinan atau kepercayaan diri bahwa ibu-bapak mampu mendisiplinkan anak. Berikut anak 5 langkah yang harus dipahami .
1.Tenang
Bila ingin mendisiplinkan anak menjadi tenang sebaiknya ibu-bapak harus tenang terlebih dahulu. Jangan dalam keadaan marah ataupun cemas. Ketika sedang tenang maka pesan yang disampaikan ibu-bapak kepada anak pun menjadi lebih jelas diterima oleh anak.
2. Percaya pada intuisi.
Ibu-bapak adalah orang yang paling mengenal anaknya, sehingga mengetahui perilaku dan sifat anaknya. Ini akan lebih mudah dalam mendisiplinkan anak. Untuk itu tumbuhkan keyakinan bahwa ibu-bapak mampu.
3. Pemilihan waktu yang tepat.
Mendisiplinkan anak harus pada waktu yang tepat dan terus berulang secara teratur. Pemilihan waktu yang tepat, tanpa menunda-nunda akan membuat anak memahami bahwa ia harus melakukan yang diminta oleh ibu-bapaknya.
4. Percaya pada kemampuan ibu-bapak
Untuk mendisiplinkan anak membutuhkan keyakinan bahwa ibu-bapak mampu melakukannya. Jangan mudah menyerah atau pun mudah terpancing oleh perilaku anak sehingga memnyebabkan kemarahan. Ibu-bapak harus yakin sudah memiliki kiat-kiat untuk menanamkan disiplin kepada anak.
5. Percaya pada kemampuan anak
Ibu-bapak harus yakin bahwa anak dapat didisiplinkan. Bila satu atau dua kali gagal, bukan berarti bahwa anak tidak dapat disiplin. Percayalah bahwa perubahan tingkah laku pada anak pasti akan terjadi karena anak mampu untuk belajar disiplin.
Untuk mengajarkan disiplin kepada anak, sebaiknya tidak hanya dengan perintah atau marah-marah. Bisa jadi anak tidak memahami keinginan ibu-bapak untuk menerapkan kedisiplinan. Anak malah hanya menangkap pesan kemarahan ibu-bapaknya. Misal, ibu-bapak sering marah bila anaknya tidak mau membereskan mainan. Bila mainannya tidak dibereskan maka ibu-bapak akan memberikan hukuman. Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengajarkan kedisiplinan adalah:
• Memberikan contoh (menjadi model)
Ibu-bapak harus memberikan contoh dan penjelasan agar anak memahami manfaat dari disiplin. Namun bila hanya memberi contoh tanpa menerangkan maksudnya, membuat anak tidak mengerti mengapa ia harus bertingkah laku baik. Anak hanya melakukan sekadar mengikuti orangtuanya saja, sehingga terkadang menjadi salah mengartikan contoh yang dilihat.
● Memberikan penjelasan dan tanya jawab.
Berikan penjelasan kepada anak, apa yang harus dilakukan. Jangan lupa untuk menyampaikan pula alasannya. Jelaskan pula manfaatnya bagi anak bila ia bertingkah laku baik. Ibu-bapak harus yakin bahwa anak paham akan apa yang dilakukan. Penjelasan harus dilakukan berkali-kali sampai anak betul-betul bisa melakukan perilaku tersebut dan mengerti kenapa harus dilakukan.
Selanjutnya, bila anak sudah menguasai perilaku tersebut, orangtua tidak perlu berada didekat anak agar perilaku yang baik itu muncul. Anak, akan dengan senang hati memunculkan perilaku tersebut karena memahami manfaatnya. Misal, anak harus tidur siang, jelaskan kepada anak bahwa bila ia tidak tidur siang maka sore hari tidak akan mengantuk. Anak bisa main dan menonton tv. Tetapi, kalau tidak tidur siang maka ia akan mengantuk nantinya.
Contoh Tahapan Menerapkan kedisiplinan
Untuk menerapkan kedisiplinan yang harus diingat oleh ibu-bapak adalah harus bersikap tenang dan tahu keadaan anak, sehingga tahu kapan waktu yang tepat untuk mendisiplinkan anak. Selain itu, ibu-bapak harus percaya bahwa ibu-bapak bisa mendisiplinkan anak dan anak dapat didisiplinkan. Berikut contoh tahapan mendisiplinkan anak untuk membereskan mainannya setelah digunakan.
Tahap Pertama
Tentukan perilaku yang diinginkan: mainan yang tadinya berantakan dibereskan masuk ke kotak kembali.
Tahap kedua
Katakan kepada anak apa yang sudah di tentukan di tahap pertama, dan katakan pula kegunaannya bila anak membereskan mainannya yaitu anak tidak akan kehilangan mainannya dan mudah untuk mencarinya kembali bila ia ingin memainkannya lagi (tahap kedua ini bisa diulang-ulang dengan tanya jawab dengan anak)
Tahap ketiga
Puji anak bila tingkah lakunya sudah baik yaitu membereskan mainannya dan memasukkannya ke dalam kotak.
Tahap keempat
Bisa terus diulang sampai kedisiplinan yang diinginkan menjadi menetap pada anak.
TIPS
1. Untuk menerapkan disiplin pada anak, ada aturan utama yang jelas. Namun tetap ada kelenturan dari aturan disesuaikan dengan situasi saat itu.
2. Ibu-bapak dan anak harus memperluas pengetahuan melalui buku, televisi, majalah dan media lainnya.
3. Ibu-bapak tidak memaksakan keinginan tetapi lebih mengajar dan berbicara dengan anak. Sesuai dengan usia anak.
4. Mendisiplinkan anak tidak hanya dengan ancaman atau hukuman. Namun dengan membantu anak memahami tujuan atau keuntungannya, bila ia melakukan perlaku itu.
5. Jangan sering mencela anak sehingga anak jadi sedih dan malu. Dikhawatirkan nantinya anak bisa tidak percaya diri.
HADIAH, PUJIAN DAN HUKUMAN
1. Untuk menerapkan disiplin pada anak, ada aturan utama yang jelas. Namun tetap ada kelenturan dari aturan disesuaikan dengan situasi saat itu.
2. Ibu-bapak dan anak harus memperluas pengetahuan melalui buku, televisi, majalah dan media lainnya.
3. Ibu-bapak tidak memaksakan keinginan tetapi lebih mengajar dan berbicara dengan anak. Sesuai dengan usia anak.
4. Mendisiplinkan anak tidak hanya dengan ancaman atau hukuman. Namun dengan membantu anak memahami tujuan atau keuntungannya, bila ia melakukan perlaku itu.
5. Jangan sering mencela anak sehingga anak jadi sedih dan malu. Dikhawatirkan nantinya anak bisa tidak percaya diri.
HADIAH, PUJIAN DAN HUKUMAN
Untuk menerapkan disiplin kepada anak, ibu-bapak kerap memberikan imbalan. Imbalan ini dapat berupa hadiah atau pujian. Akibatnya, anak ingin mengulangi lagi perilaku itu dengan harapan mendapatkan hadiah atau pujian kembali. Namun, apakah pemberian hadiah selalu bermanfaat?
Sebaliknya, bila anak tidak disiplin, orangtua kerap memberikan hukuman. Tujuan pemberian hukuman ini adalah agar anak menyadari bahwa perilaku yang telah dilakukan adalah tidak baik. Namun, bermanfaatkah pemberian hukuman kepada anak?
Hadiah
Ibu-bapak sering mengandalkan hadiah, khususnya bila menghadapi anak kecil. Ibu-bapak menggunakan uang untuk membujuk anak agar mau mengerjakan tugasnya. Terkadang ibu-bapak juga menyogok dengan memberi kue, agar anak mau makan sayur, menempelkan bintang emas di tangan untuk mengajak anak menggosok gigi secara teratur, dan lain-lain.
Hadiah begitu seringnya dimanfaatkan untuk membujuk anak. Banyak orang mengira bahwa hadiah merupakan metode yang tepat agar anak mau mengerjakan perilaku yang diharapkan oleh orangtuanya. Tetapi, apakah begitu?
Pemberian hadiah akhirnya membuat anak bosan dan menilai bahwa hadiah adalah hal yang biasa yang selalu akan didapatnya. Lama kelamaan hadiah akan menjadi kurang baik untuk mendisiplinkan anak karena:
- Hadiah kehilangan nilainya. Uang, mainan dan lain-lain akan tidak ada artinya kalau anak sudah memiliki semuanya.
- Anak dapat memperoleh hadiahnya sendiri. Dengan semakin anak besar maka anak akan dapat menemukan hadiahnya dan kebutuhannya sendiri.
- Anak hanya akan bertingkah laku baik bila ada hadiahnya. Bila tidak ada hadiahnya maka tingkah lakunya akan kembali lagi buruk.
- Anak akan merasa bila tidak ada hadiah artinya ia dihukum.
Pujian
Selain hadiah ibu-bapak juga sering memberikan pujian. Arti kata pujian adalah kata-kata yang artinya baik tentang seseorang, perilaku seseorang, atau prestasi seseorang. Beberapa contoh pesan-pesan pujian:
- Kamu anak yang baik.
- Kamu sudah menjadi pemain tenis yang sangat baik.
- Kamu benar karena menolak untuk pergi.
- Rambut kamu bagus sekali.
- Lukisan-lukisanmu indah sekali.
- Permainanmu benar-benar menunjukkan kemajuan.
- Pekerjaan rumahmu sekarang jauh lebih baik.
- Kamu pasti mampu mendapatkan nilai bagus.
- Pekerjaanmu sangat menyenangkan.
Pemberian pujian harus berhati-hati, karena terkadang anak tidak tahu maksud dari pujian itu sendiri. Misal, setelah anak selesai makan nasi, buah dan minum susu, ibu memuji dengan mengatakan ‘pinter’. Sebaliknya anak menjadi tidak tahu ia pinter untuk tingkah laku yang mana? Ia pinter karena makan buah atau makan nasi atau minum susu. Untuk itu, ketika ibu-bapak memuji tingkah laku anak harus dijelaskan, tingkah laku mana yang dipuji. Misal, “Bagus nak, kamu sudah menghabiskan susumu.”
Hukuman.
Hukuman biasanya diberikan kepada anak, ketika muncul tingkah laku yang buruk atau tingkah laku yang tidak sesuai harapan ibu-bapak. Banyak ibu-bapak yang menggunakan macam-macam hukuman selain hukuman fisik. Misal, dikurung dalam kamar, disuruh tidur tanpa makan malam, tak boleh main ke luar rumah, tidak diajak omong, merampas mainan kesayangan anak, memaksa anak untuk menghabiskan makanan yang tidak disukainya, memanggil anak-anak dengan nama ejekan, membuatnya malu di depan teman-temannya.
Ada cara agar hukuman menjadi berguna dengan baik, yakni sebagai berikut:
- Bila tingkah laku yang buruk muncul maka anak diberi hukuman. Ketika tingkah laku itu muncul lagi maka ibu-bapak harus ‘ajeg’ tetap memberi hukuman pada anak.
- Hukuman harus dilaksanakan segera setelah tingkah laku yang tidak baik dilakukan oleh anak.
- Hukuman seharusnya tidak dilaksanakan di depan anak-anak lain. Kalau tidak, anak bisa malu dan menjadi marah terhadap orangtua.
- Ibu-bapak harus menjaga bahwa tingkah laku yang salah itu, jangan sampai diberi hadiah.
- Anak-anak tidak boleh dihukum terlalu berat atau terlalu sering, karena anak mungkin akan melarikan diri. Misal, berhenti berusaha, meninggalkan tempat, berhenti sekolah, lari dari rumah, keluar dari tim, melarikan diri ke alkohol dan obat bius.
Ketika memberikan hukuman harus diingat, bahwa hukuman yang diberikan adalah hukuman yang ringan. Jangan sampai hukuman berat seperti memukul (fisik). Bila orangtua sering memberi hukuman, maka hukuman ringan akan berubah menjadi hukuman berat. Hal ini dapat terjadi karena biasanya saat menghukum ibu-bapak dalam kondisi marah sehingga sulit untuk mengontrol dirinya sendiri.
Adanya hukuman sering membuat anak tidak paham, kenapa satu perilaku boleh dilakukan dan perilaku lain tidak boleh dilakukan. Perilaku yang baik muncul di kala orangtua ada, sedangkan dikala tidak ada orangtua maka perilaku yang buruk akan muncul kembali.
Anak yang biasa dihukum akan meninggalkan kesedihan, ketakutan, kemarahan yang memengaruhi perkembangan jiwa anak. Selain itu hukuman yang diberikan pada anak dapat memupuk kekerasan dan kemarahan pada anak, sehingga nantinya anak dapat menjadi orang yang memiliki sifat keras, kasar pada orang lain. Melihat dampaknya yang kurang baik maka lebih baik hukuman tidak digunakan, kecuali dengan pemikiran yang matang dan keahlian yang baik dari penghukum (orangtua).
PESAN UNTUK IBU-BAPAK
Dengan memahami cara-cara dan aturan yang harus dikuasai saat mendisiplinkan anak, maka ibu-bapak akan lebih mudah untuk mengajarkanl tingkah laku yang baik kepada anak. Cara-cara yang sudah disampaikan dibuku ini dapat digunakan untuk mendisiplinkan berbagai macam tingkah laku misalnya makan, menggosok gigi, mandi dan lain-lainnya.
Selain itu perlu diingat bahwa ibu-bapak pasti dapat mendisiplinkan anak dan ibu-bapak harus yakin bahwa anak pasti dapat disiplin. Bila kedua hal ini diingat maka ibu-bapak tidak akan cepat marah ketika sedang mengajarkan disiplin pada anak. Semoga buku ini bisa berguna.
Sumber Bacaan :
Goerge S. Morrison, Early Childhood Education • Today, Eleventh edition, Peaarson International Edition, New Jersey, 2009
Robert S. Siegler., Martha Wagner Alibali, Children’s • Thinking, Fourth Edition, Prentice Hall, 2005
Thomas Gordon, Teaching Children Self-Dicipline, • New York, 1989
Ferry Wickoff, Barbara Unell, Dicipline without • Shouting or Spanking, 1992
Charles Schaefer, terjemahan Turman Sirait, Cara • Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak, Mitra Utama, Jakarta, 1996
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Anda di Sini