Headlines News :
.
Home » , , , , » SENANGNYA BISA MAKAN SENDIRI

SENANGNYA BISA MAKAN SENDIRI

Perilaku Makan Anak dan Senangnya Bisa Makan Sendiri
Senangnya Bisa Makan Sendiri
Oleh: Rini Hildayani, M.Si
PENDAHULUAN
Makan merupakan kebutuhan setiap manusia. Bahkan, saat masih berada di dalam kandungan pun, seseorang telah membutuhkan asupan makanan. Dimulai dari memakan makanan yang diperoleh dengan perantaraan ibu. Setelah lahir, anak pun mulai mengkonsumsi ASI sebagai makanan utamanya hingga berusia enam bulan. Selanjutnya, anak mulai diperkenalkan dengan berbagai variasi makanan lainnya, mulai dari yang lunak hingga yang padat.
Pada perkenalan awal, berbagai reaksi dapat terjadi. Ada anak yang dengan mudah mencoba jenis makanan baru yang diperkenalkan oleh ibu dan ayah, ada yang tidak. Dengan perkataan lain, perkenalan awal ini bisa saja berlangsung dengan “mulus”, atau sebaliknya, penuh dengan hambatan. Reaksi yang diberikan oleh ibu dan ayah pun bisa berbeda, tergantung dari reaksi awal yang ditampilkan oleh anak. Jika anak menampilkan reaksi yang sesuai dengan harapan ibu dan ayah, ibu dan ayah cenderung akan senang. Namun, jika anak menampilkan reaksi yang tidak sesuai dengan harapan ibu dan ayah, apa jadinya? Bayangkan sejenak, jika ibu sudah bersusah payah menyiapkan makanan untuk anak, namun anak menolak untuk memakannya.Tidak semua ibu bisa menerima perilaku anak yang demikian. Beberapa ibu mungkin akan marah dan memaksa anak untuk tetap makan. Beberapa lainnya mungkin merasa tidak mampu mengasuh anak dengan baik.
Kejadian seperti itu tentu dapat menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak. Padahal, pembentukan kebiasaan makan yang menyenangkan haruslah dimulai sejak dini agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat.
Dalam buku ini, ibu dan ayah akan memperoleh informasi agar dapat lebih memahami:
 pengertian dari perilaku makan
 Hal-hal yang penting diketahui ibu dan ayah untuk mendukung perilaku makan anak
 manfaat kegiatan makan untuk anak
 tips praktis agar anak menyukai kegiatan makan
 
SERBA-SERBI PERILAKU MAKAN
• APA ITU PERILAKU MAKAN?
Perilaku makan dapat diartikan sebagai reaksi-reaksi atau urutan tingkah laku yang berhubungan dengan makan, termasuk di dalamnya cara pemberian makan, pola makan, dan jarak waktu pemberian makan.
Seperti telah dipaparkan sebelumnya, anak dapat menampilkan reaksi yang berbeda-beda terhadap kegiatan makan. Ada yang mudah dikenalkan dengan makanan baru, ada yang susah. Ada yang mudah disuapi makanan, ada yang selalu menolak. Berbagai upaya pun tak jarang dilakukan oleh ibu dan ayah agar anak mau makan. Mulai dari duduk di kursi makan, mengajak bermain sambil makan, bahkan ada yang sampai harus mengajak anak berjalan-jalan berkeliling lingkungan rumah atau menanggap odong-odong hanya sekedar membuat anak mau makan!
Seberapa sering anak makan dalam sehari pun bisa beragam. Umumnya, kegiatan makan berlangsung tiga kali dalam sehari, yang meliputi makan pagi atau sarapan, makan siang, dan makan malam. Di sela-sela waktu makan tersebut, tidak jarang ada pula kegiatan makan yang lain, seperti memakan penganan kecil, seperti kue dan biskuit, serta kegiatan minum susu, terutama pada anak yang masih berusia dini.
Waktu pemberian makan pun bisa berbeda-beda pada tiap anak. Ada yang sarapan begitu bangun tidur, ada yang bermain dulu sebentar baru kemudian sarapan. Ada yang makan malam pada pukul lima sore, ada pula yang pukul tujuh. Akibatnya, jarak antara kegiatan makan yang satu dengan kegiatan makan berikutnya pun bisa beragam antar anak yang satu dengan anak yang lain.

• HAL-HAL YANG PENTING DIKETAHUI IBU DAN AYAH UNTUK MENDUKUNG PERILAKU MAKAN ANAK
Seperti telah diceritakan sebelumnya, orang tua, terutama ibu, bisa jadi merasa bahwa kesalahan ada pada dirinya di saat anak menolak makanan yang telah disiapkan atau anak tidak mau diminta makan sekalipun ibu telah melakukan berbagai usaha agar anak mau makan. Bisa jadi ibu menilai dirinya kurang mampu mengasuh anak. Padahal, hal itu tidak selalu benar! Bisa jadi masalahnya ada pada diri anak, misalnya anak memang tergolong anak yang sulit untuk mencoba hal-hal baru, termasuk makanan, atau cenderung tampil sebagai anak dengan suasana hati yang buruk, misalnya sering rewel.
Oleh karena itu, penting bagi ibu dan ayah untuk lebih memahami temperamen anak serta memahami sejumlah ciri-ciri yang dimiliki oleh anak usia dini, sehingga hal-hal tersebut bisa dimanfaatkan untuk mendukung perilaku makan anak.
 
Temperamen Anak
Temperamen anak adalah ciri-ciri yang menggambarkan bagaimana seorang anak bertingkah laku terhadap orang lain atau situasi tertentu. Ciri-ciri tersebut cenderung menetap. Misalnya, anak yang sulit menyesuaikan diri akan membutuhkan waktu yang lama saat dikenalkan dengan orang-orang baru, makanan baru, atau lingkungan yang baru.
Secara umum, ada tiga jenis temperamen. Berdasarkan jenisnya tersebut, anak dapat digolongkan sebagai anak yang ‘mudah’, anak yang ‘sulit’, dan anak yang ‘butuh pemanasan’.
Ada beberapa hal yang membedakan anak-anak dengan ketiga bentuk temperamen tersebut, di antaranya adalah:
• Irama tubuh, yaitu dapat-tidaknya keteraturan biologis (misalnya waktu tidur, waktu makan) dan fungsi tubuh (misalnya keinginan untuk Buang Air Kecil/BAK dan Buang Air Besar/BAB) diramalkan. Hal ini umumnya terlihat saat anak masih bayi.
Anak yang ‘mudah’ memiliki irama tubuh yang dapat diramalkan, misalnya, ia akan menangis karena lapar pada jam-jam tertentu. Hal itu berbeda dari anak yang ‘sulit’, karena jam makannya tidaklah teratur. Bisa saja pada saat tertentu anak beberapa kali minta minum di tengah malam. Anak yang ‘butuh pemanasan’ memperlihatkan irama tubuh yang lebih teratur daripada anak yang ‘sulit’ namun tidak seteratur anak yang ‘mudah’. Dapat dikatakan irama tubuh mereka berada di antara anak yang ‘sulit’ dan anak yang ‘mudah’.
• Reaksi terhadap sesuatu yang baru, artinya bagaimana sikap awal anak terhadap sesuatu yang baru, apakah mendekat atau menjauh. Anak yang ‘mudah’ cenderung lebih mau menerima makanan baru yang diperkenalkan kepadanya. Hal itu berbeda dari anak yang ‘sulit’, yang cenderung menolak. Sementara, anak yang ‘butuh pemanasan’ awalnya akan menolak, namun kemudian akan lebih mau untuk mencoba apabila terus dicoba.
• Kemampuan menyesuaikan diri, yaitu lama-tidaknya waktu yang dibutuhkan anak untuk berhadapan dengan sesuatu yang baru, misalnya waktu yang dibutuhkan hingga anak pada akhirnya mau makan di meja makan. Anak yang ‘mudah’ tidak butuh waktu yang lama untuk membiasakan diri makan di meja makan. Hal itu berbeda dari anak yang ‘sulit’, mereka butuh waktu yang cukup lama. Sementara, waktu yang dibutuhkan oleh anak yang ‘butuh pemanasan’ berada di antara waktu yang dibutuhkan oleh anak yang ‘mudah’ dan anak yang ‘sulit’.
• Batas usaha, yaitu seberapa gigih ibu dan ayah harus berusaha hingga anak mau mencoba sesuatu. Orang tua dari anak yang ‘mudah’ tidak butuh usaha keras untuk mengajak anak makan. Orang tua dari anak yang ‘sulit’ butuh usaha yang besar, sedangkan orang tua dari anak yang ‘butuh pemanasan’ butuh usaha yang sedang untuk membuat anak mau makan.
• Suasana hati, yaitu perbandingan antara jumlah perilaku yang menyenangkan (misalnya tersenyum dan tertawa) dan perilaku yang tidak menyenangkan (misalnya, menangis) dari anak, termasuk perilaku pada saat makan. Anak yang ‘mudah’ lebih banyak tersenyum dan tertawa dibandingkan anak yang ‘sulit’ dan anak yang ‘butuh pemanasan’, namun anak yang ‘sulit’ menunjukkan perilaku tidak menyenangkan yang lebih banyak.
Dengan mengetahui temperamen anak, ibu dan ayah diharapkan dapat menyesuaikan harapan dan tuntutannya terhadap anak. Sebagai contoh, jika ibu dan ayah mengenali bahwa anak tergolong anak yang ‘sulit’, ibu dan ayah akan lebih bersabar saat mengajak anak makan, lebih memahami bahwa anak butuh waktu untuk mencoba makanan baru yang diperkenalkan, yang mungkin tidak secepat anak-anak yang lain, dapat menerima kerewelan anak saat diajak makan tanpa membalas dengan kemarahan, serta mencoba berbagai cara agar anak mau makan atau menyukai makanan yang diperkenalkan.
Ciri-ciri Perkembangan Anak
Terdapat beberapa ciri perkembangan anak usia dini yang penting diketahui oleh ayah dan bunda, terkait dengan kegiatan pemberian makan pada ananda, yaitu:
• Berkembangnya keinginan untuk mandiri.
Dengan kemampuan bahasa dan kemampuan gerak yang terus meningkat, anak selanjutnya mengembangkan keinginan untuk dapat melakukan berbagai hal sendiri, termasuk keinginan untuk makan sendiri. Sekitar usia 1 tahun, anak umumnya sudah menunjukkan keinginan untuk makan sendiri. Mereka sedang mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk memasukkan makanan ke dalam mulut tanpa tumpah. Pemberian makanan yang dapat digenggam oleh jari anak, seperti biskuit untuk bayi, sejak anak berusia 6 bulan akan membuat anak lebih siap untuk makan dengan menggunakan sendok untuk jenis makanan yang lain. Ibu dan ayah tidak perlu khawatir, karena meskipun belum mempunyai gigi, anak mempunyai gusi yang kuat dan air liur yang cukup untuk menghancurkan biskuit. Selanjutnya, untuk anak yang sudah tumbuh gigi, dapat diberikan potongan buah-buahan yang bisa digenggam. Namun, keterampilan untuk bisa makan sendiri tentunya sangat tergantung dari kesempatan yang diberikan ibu dan ayah kepada anak untuk makan sendiri.
Di bawah ini, ayah dan bunda dapat melihat tabel yang memaparkan perkembangan anak terkait dengan kegiatan minum dan makan sendiri.






• Bersikap membangkang
Pernahkah ibu dan ayah meminta anak untuk makan malam dan ia bilang ‘tidak’. Kemudian, saat ibu dan ayah hendak pergi tidur, tiba-tiba anak minta disiapkan makan malam? Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh anak masih terkait dengan keinginannya untuk mandiri. Dalam hal ini, anak ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat membuat keputusan tentang kegiatannya sehari-hari tanpa campur tangan orang dewasa. Namun, orang tua sering memandang perilaku anak yang demikian sebagai perilaku melawan atau membangkang.
Sebenarnya, perilaku tersebut adalah sesuatu yang tergolong wajar, sebagai bagian dari proses pencapaian kemandirian anak. Namun, ibu dan ayah juga perlu mulai mengembangkan batasan dan aturan untuk anak, termasuk membuat aturan mengenai kegiatan makan secara jelas.
Dalam membuat aturan, gunakan kalimat yang langsung menunjukkan tingkah laku apa yang diharapkan dari anak, seperti “makan di meja makan” dan bukan kalimat larangan, seperti “jangan makan di kamar”. Anak yang usianya lebih kecil bisa langsung digendong ke meja makan tanpa ibu dan ayah harus banyak berkata-kata. Anak yang usianya lebih besar dapat diajak untuk memikirkan akibat dari tindakannya yang ingin makan di waktu-waktu sesukanya, misalnya “Besok pagi kan kakak harus sekolah. Apa jadinya kalau kakak tidur kemalaman karena baru makan jam sepuluh malam?”. Atau ibu dan ayah juga dapat menunjukkan perasaan keberatan atas tingkah laku anak dengan cara yang tidak memojokkan anak, misalnya “Ibu besok pagi pasti lelah dan mengantuk karena malam-malam masih harus merapikan meja makan dan mencuci piring. Bisa-bisa besok pagi Ibu terlambat menyiapkan sarapanmu”.
• Banyak energi dan mudah teralih perhatiannya
Anak, khususnya yang sudah dapat berjalan dan berlari, mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk dapat menjelajahi lingkungan sekitarnya. Mereka seakan tidak bisa diam dan justru merasa lelah jika diminta untuk duduk diam. Tak heran, jika anak seakan ‘tidak betah’ untuk duduk di kursi makan dan ingin segera beranjak. Rentang perhatian anak pun dapat dikatakan terbatas. Hal itu dapat membuat mereka tidak bisa bertahan lama dalam kegiatan makan, apalagi jika anak tidak melakukan apa-apa (hanya disuapi). Rata-rata rentang perhatian yang dimiliki oleh anak usia 2 tahun adalah 7 menit. Selanjutnya, anak usia 3 tahun memiliki rentang perhatian selama   9 menit, 12 menit untuk anak usia 4 tahun, dan 14 menit untuk anak usia 5 tahun. Saat anak mulai gelisah, ibu dan ayah harus mencari cara-cara yang kreatif agar anak tetap bertahan pada kegiatan makan. Misalnya, ibu dapat berkata, “Dek, coba deh lihat, Bunda buat mata dan mulut di mangkuk bubur adek dari tahu dan wortel” atau “Tolong kak, sepedanya kehujanan, mau berteduh di dalam rumah” sambil menggerakkan sendok berisi makanan ke arah mulut anak. Ibu juga dapat mengetuk-ngetukkan sendok ke mangkuk sehingga menghasilkan bunyi-bunyi tertentu untuk menarik perhatian anak dan sebagai tanda waktu makan segera tiba.
• Sudah paham perintah dan senang meniru tingkah laku orang lain
Sekitar usia 6 hingga 12 bulan, anak sudah mulai dapat meniru dan mengikuti perintah sederhana. Oleh karena itu, ibu dan ayah dapat menjadi model bagi anak terkait dengan kegiatan makan. Ketika menyuapi anak yang usianya lebih muda, ajaklah anak bicara, misalnya “Ayo buka mulutmu” atau ibu dan ayah juga dapat ikut membuka mulut. Untuk anak yang usianya lebih tua, ibu dan ayah dapat mengatakan “Tusuk dagingnya dengan garpu, tahan, lalu potong dagingnya dengan sendok, seperti ini” sambil menunjukkan caranya pada anak.
Ibu dan ayah juga dapat ikut minum susu atau makan sayur bersama anak sehingga anak pun memiliki keinginan untuk mencoba karena melihat ibu dan ayah menikmati makanan yang dimakan. Jika ibu dan ayah tidak menyukai satu jenis makanan tertentu, jangan perlihatkan ketidaksukaan tersebut di hadapan anak. Melalui kegiatan makan, anak juga belajar mengatakan “Tolong” dan “Terima kasih” dari meniru perkataan ibu dan ayah pada saat makan.
• Senang bermain
Anak-anak menyukai kegiatan bermain. Mereka senang bermain dengan benda-benda di sekitarnya ataupun bermain pura-pura (misalnya, pura-pura makan, pura-pura memasak). Oleh karena itu, kegiatan makan pun dapat disuguhkan dalam situasi yang menyenangkan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah mengajak anak mempersiapkan makanannya sendiri. Anak dapat diminta untuk mengaduk atau menambahkan bumbu-bumbu. Anak juga dapat diajak berlomba untuk meminum segelas susu.
• Pemilih makanan
Saat anak menginjak usia 3 tahun, kebutuhan anak akan makan cenderung berkurang. Selera makan mereka pun juga menurun dibandingkan masa-masa sebelumnya. Hal itu dapat dipahami mengingat tingkat perkembangan anak pada masa ini tidak secepat pada masa bayi. Bisa juga karena anak lebih sering mengemil atau lebih banyak minum susu. Untuk itu, jangan paksa anak untuk makan. Perlu ibu dan ayah ketahui, anak pasti akan meminta makan saat ia lapar. Dalam keadaan seperti ini, ada baiknya ibu dan ayah mencari tahu dan meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita anak. Cari tahu mengapa anak tidak memiliki selera ataupun tidak mau makan. Sebaiknya, ibu dan ayah tidak langsung menyalahkan atau menasihati anak tanpa tahu apa penyebabnya. Coba berikan pula makanan yang lebih bervariasi atau tanyakan pada anak makanan yang ingin ia makan. Saat anak ingin dibuatkan makanan tertentu, minta anak untuk bertanggung jawab terhadap pilihannya. Minta anak untuk memakan makanan yang telah dipilihnya. Buatlah perjanjian untuk itu sebelumnya.
MANFAAT KEGIATAN MAKAN UNTUK ANANDA
‘‘Ibu dan ayah, kegiatan makan tidak semata-mata ditujukan untuk memenuhi kebutuhan anak akan gizi yang seimbang agar kelak anak dapat tumbuh menjadi anak yang kuat dan sehat. Ada sejumlah manfaat lain yang dapat dicapai dari kegiatan makan.
Pertama, kegiatan makan merupakan saat-saat yang dapat mendekatkan hubungan antara ibu-ayah dan anak. Melalui kegiatan makan, anak dapat mengembangkan rasa aman dan percaya kepada ibu dan ayah. Rasa aman dan percaya tersebut berkembang karena anak melihat bahwa ibu dan ayah cukup peka dan cepat tanggap terhadap kebutuhan anak akan makan dan minum. Dalam hal ini, sifat peka terkait dengan kemampuan ibu dan ayah untuk memberi perhatian terhadap tanda-tanda lapar dan haus yang ditampilkan oleh anak dan memberi arti pada tanda-tanda tersebut secara tepat. Sebagai contoh, ada anak yang menangis saat lapar atau haus, adapula yang menjadi rewel dan marah-marah. Ibu dan ayah yang peka juga dapat memahami kondisi anak yang sudah kenyang, bosan terhadap jenis makanan yang diberikan, atau ingin mencoba untuk makan sendiri.
Selanjutnya, cepat tanggap menunjukkan kemampuan ibu dan ayah untuk mengambil tindakan yang tepat sehingga anak merasa bahwa tanda-tanda yang ditampilkannyalah yang membuat ibu dan ayah melakukan sesuatu untuknya. Sebagai contoh, ibu yang paham bahwa anak menangis karena lapar akan segera menyiapkan atau menyuapi anak makanan. Ibu juga tidak akan memaksa anak yang terlihat sudah kenyang untuk terus menghabiskan makanannya, mencoba mengganti menu makanan ketika anak terlihat sudah bosan dengan menu harian yang diberikan, dan membiarkan anak untuk mencoba makan sendiri.
Kedua, kegiatan makan yang dilakukan pada tempat dan waktu-waktu tertentu dapat membentuk pola makan yang baik dan memperkenalkan anak pada suatu rutinitas baru. Ditambah dengan pembiasaan untuk duduk di meja makan pada saat makan, disiplin anak akan terlatih. Jika memungkinkan, sediakan tempat khusus di mana anak seharusnya duduk. Lakukan terus hal itu untuk membentuk kebiasaan makan anak. Jangan mengajak anak makan sambil menonton tivi atau berjalan-jalan di sekitar rumah. Kegiatan menonton tivi atau berjalan-jalan justru seharusnya menjadi “hadiah” jika anak telah menyelesaikan kegiatan makan atau minumnya. Ingatlah bahwa rutinitas bahkan sudah mulai dapat dibentuk sejak anak berusia 3 bulan!
Ketiga, kegiatan makan dapat meningkatkan wawasan pengetahuan anak. Melalui kegiatan makan, ibu dan ayah dapat memperkenalkan berbagai warna, misalnya warna kuning untuk kentang, hijau untuk bayam, dan oranye untuk wortel. Ada baiknya dalam pengenalan warna tersebut, anak diperkenalkan hanya satu warna dalam satu kali penyajian makanan sehingga anak benar-benar memusatkan perhatiannya pada warna tertentu, misalnya sajikan anak jagung rebus dan air jeruk atau bubur sumsum yang diberi sepuhan daun suji dan jus alpukat. Dalam kegiatan makan, anak juga dapat diperkenalkan dengan permukaan kasar dan halus, seperti kembang kol dan agar-agar. Kondisi hangat dan dingin juga dapat dikenalkan kepada anak saat ia meminum segelas susu hangat atau memakan setangkai es krim. Hal lain yang dapat diperkenalkan kepada anak adalah bermacam-macam bentuk, misalnya bentuk kotak untuk tahu dan lingkaran untuk kuning telur.
Pengenalan rasa, seperti manis, asin, dan asam, serta pengertian akan jumlah benda, misalnya menghitung jumlah kacang merah yang ada dalam mangkuk sup atau menyendok lima sendok susu, juga dapat diberikan. Dengan memperkenalkan hal-hal tersebut, ibu dan ayah dapat memperkaya perbendaharaan kosa kata anak. Anak pun juga dapat belajar mengelompokkan makanan, seperti yang mana saja yang termasuk sayur, buah, atau daging.
Keempat, kegiatan makan melatih kemandirian anak untuk makan sendiri. Memberikan kesempatan kepada anak untuk makan sendiri terkadang terlupakan oleh ibu yang ingin anak cepat-cepat menghabiskan makanannya, khawatir anak hanya memainkan makanan, atau hanya makan sedikit jika dibiarkan makan sendiri. Belum lagi alasan kerepotan karena harus membersihkan sisa-sisa makanan anak yang tumpah di atas meja dan lantai (untuk itu, lihat kembali tabel perkembangan minum dan makan sendiri agar ibu dan ayah dapat menerima dan memaklumi perilaku makan anak)..

SARAN PRAKTIS AGAR ANAK MENYUKAI KEGIATAN MAKAN
 
• Ciptakan situasi yang menyenangkan dalam kegiatan makan, misalnya ajak anak menyiapkan dan memasak makanan bersama. Anak bisa diminta untuk menuangkan bubuk agar-agar ke dalam panci selagi panci belum dipanaskan, mengambilkan telur, atau mengoles sendiri rotinya dengan mentega dan menabur gula di atasnya. Anak juga bisa diajak untuk berbelanja di pasar dalam rangka persiapan memasak atau mengajak anak untuk menebak nama buah dari rasanya seraya menutup mata anak dengan sehelai kain
• Hindari pemberian ancaman, teriakan, dan hukuman karena semua itu akan membuat anak memandang kegiatan makan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Tersenyumlah saat memberi atau mengajak anak makan.\
• Sajikan makanan sebelum anak kesal atau lelah. Penting bagi anak untuk beristirahat sejenak sebelum makan setelah melakukan kegiatan yang banyak menguras tenaga, misalnya dengan cara membacakan buku cerita untuk anak. Hal itu akan membuat anak bereaksi lebih positif terhadap kegiatan makan.
• Untuk mencoba makanan baru, perkenalkan makanan tersebut pada anak dalam jumlah kecil. Sebaiknya pemberian dipasangkan dengan jenis

PENUTUP
Membentuk perilaku makan yang sehat sejak usia dini merupakan suatu hal yang penting. Tidak hanya terkait dengan jenis makanan yang dimakan, perilaku makan meliputi pula pembiasaan dan rutinitas yang terbentuk terkait dengan kegiatan makan. Saat anak masih berusia dini, peran ibu dan ayah untuk membentuk perilaku makan anak sangatlah besar. Ibu dan ayahlah yang pertama kali memperkenalkan anak pada berbagai jenis makanan. Ibu dan ayah pula yang memberikan pengalaman makan pada anak sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Selanjutnya, pengalaman tersebut akan berdampak terhadap hubungan antara anak dan ibu-ayah, apakah akan terbentuk hubungan yang hangat atau tidak.
Agar anak mendapatkan manfaat yang besar dari kegiatan makan dan agar ibu dan ayah tidak merasa gagal dalam mengasuh anak, ibu dan ayah perlu memahami ciri-ciri perkembangan anak, termasuk pula temperamen yang dimiliki oleh anak. Pemahaman terhadap hal tersebut akan membuat ibu dan ayah lebih dapat menetapkan tuntutan dan harapan yang sesuai dengan kondisi anak, terutama dalam hal yang terkait dengan kegiatan makan.
Akhirnya, ibu dan ayah perlu menciptakan berbagai cara yang dapat membuat anak menyukai kegiatan makan. Perlu diingat bahwa tidak ada satu cara yang berlaku untuk semua anak. Oleh karena itu, ibu dan ayah perlu pandai-pandai memikirkan cara agar anak mau makan. Pikirkan berbagai menu makanan. Ciptakan pula cara penyajian dan cara-cara yang menarik untuk mengajak anak terlibat dalam kegiatan makan. Selamat menjadi ibu dan ayah yang kaya akan cara! Didukung dengan penerimaan terhadap diri anak apa adanya, semangat, dan kesabaran, Ibu dan Ayah pasti dapat mengatasi segala tingkah polah anak, khususnya yang terkait dengan perilaku makan.
Sumber Bacaan :
Children, play and development oleh FP Hughes. Allyn • and Bacon, tahun 1999.
Guiding young children oleh V. Hildebrand. Collier • Macmillan Publishers, tahun 1975.
How to help children with common problem. Oleh CE • Schaefer, HL Millman. Van Nostrand Reinhold Company, tahun 1981.
http://dictionary.sensagent.com/eating+behavior/en-• en/, tahun 2010.
Human development oleh DE Papalia, SW Olds, dan • RD Feldman. McGraw-Hill Companies Inc, tahun 2009.
Lifespan development oleh JS Turne, DB Helms. • Harcourt Brace College Publishers, tahun 1987.
Parenting: a life span perspective oleh CA Martin, KK • Colbert. McGraw-Hill, tahun 1997.
Play and early childhood development oleh JE Johnson, • JF Christie, dan TD Ywekey. Longman, tahun 1999.
Positive parenting from A to Z oleh KR Josli. Fawcett • Columbine, tahun 1994.
The first five years of life: a guide to the study of the pr-• school child oleh A. Gesell. Methuen & Co, Ltd, tahun 1978.
The process of parenting oleh JB Brooks. Mayfield • Publishing Company, tahun 1991.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

.
 
Support : Zaahir Shop | E-Kids | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Diary Zaahir | Diary Ummi dan Abi untuk Generasi Cemerlang - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template